Topik Makalah
Analisis SWOT Masalah Sosial Paedofil
Kelas : 2-ID15
Tanggal
Penyerahan Makalah : 9 November 2015
Tanggal Upload Makalah : 10 November
2015
P E R N Y A T A A N
Dengan ini saya menyatakan bahwa seluruh pekerjaan
dalam penyusunan makalah ini saya buat sendiri tanpa meniru atau mengutip dari
tim / pihak lain.
Apabila terbukti tidak benar, saya siap menerima konsekuensi untuk mendapat
nilai 1/100 untuk mata kuliah ini.
P e n y u s u n
N P M
|
Nama
Lengkap
|
Tanda
Tangan
|
3A414594
|
Syamsul
Hudha
|
Program Sarjana Teknologi Industri
UNIVERSITAS GUNADARMA
KATA PENGANTAR
Pertama-tama
saya panjatkan puja dan puji syukur atas rahmat dan ridho Allah SWT, karena
tanpa rahmat dan ridho-Nya, saya tidak dapat menyelesaikan mekalah ini dengan
baik dan selesai tepat waktu.
Tidak lupa
saya ucapkan terima kasih kepada bapak Muhammad Burhan Amin selaku dosen pengajar
softskill yang membimbing saya dalam pengerjaan tugas makalah ini. Dalam
makalah ini saya menjelaskan tentang “Analisis SWOT Masalah Sosial Paedofil”.
Mungkin
dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum saya ketahui. Maka
dari itu saya mohon saran & kritik dari bapak dosen. Demi tercapainya
makalah yang sempurna.
Bekasi, 4 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
PERNYATAAN......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
2 Tujuan......................................................................................................................... 1
3 Sasaran ....................................................................................................................... 1
BAB II PERMASALAHAN..................................................................................... 2
1 Kekuatan .................................................................................................................... 7
2 Kelemahan ................................................................................................................. 7
3 Peluang ...................................................................................................................... 7
4 Tantangan .................................................................................................................. 7
BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................... 8
1 Kesimpulan ............................................................................................................... 8
2 Rekomendasi ............................................................................................................ 8
REFENSI ................................................................................................................ 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk hidup yang mempunyai hawa
nafsu. Setiap manusia mempunyai hawa nafsu yang berbeda beda tentunya, ada
manusia yang mampu mengontrol dan mengendalikan hawa nafsunya dan ada juga
manusia yang mudah terpancing hawa nafsunya. Sifat manusia yang mudah
terpancing hawa nafsunya itulah yang harus kita hindari, karena dapat
membahayakan baik diri sendiri ataupun orang lain
Manusia harus dapat mengontrol hawa nafsunya, terutama
nafsu birahi. Nafsu birahi yang tidak terkontrol akan menyebabkan hal hal yang
menjurus ke dalam pelecehan seksual contohnya pemerkosaan. Nafsu birahi tersbut
dapat memancing seseorang berbuat nekat seperti melakukan pelecehan terhadap
anak dibawah umur atau yang biasa kita kenal dengan sebutan “Paedofil”.
Seandainya setiap manusia dapat mengontrol hawa
nafsunya, mungkin kejadian seperti paedofil tidak aka nada didunia ini.
1.2. Tujuan
Belakangan
ini kita sering mendengar berita di media media tentang pelecehan seksual, dan
yang sedang marak-maraknya adalah kasus paedofil yang terkadang semua itu
dilakukan oleh orang orang dekat si korban. Untuk itu saya akan mencoba
mengangkat topik tentang “masalah social paedofil” dalam makalah yang saya buat
ini.
Makalah
yang saya buat ini bukan semata hanya tugas dari dosen saja, melainkan untuk
membuat orang-orang yang membaca makalah saya ini mengerti akan dampak dari
paedofil, dapat mengetahui ciri ciri
paedofil supaya dapat melindungi diri, keluarga ataupun kerabat.
1.3. Sasaran
Saya berharap agar masyarakat sadar akan bahayanya
paedofil, sehingga dapat lebih waspada terhadap perilaku orang orang yang
mencurigakan. Mengerti bagaimana cara menjaga keluarga dari para peaku
paedofil.
Setidaknya diri kita dapat memahami apa itu paedofil,
bagaimana cara menghidarinya. Jadi dapat melindungi keluarga kita ataupun orang
lain.
BAB II
PERMASALAHAN
MASALAH
SOSIAL PAEDOFIL
Dipancing "Bocah Perempuan", 20.000 Paedofil
Mendekat
Kelompok
hak asasi anak dari Belanda, Terre des Hommes, melakukan penelitian untuk
memancing para pelaku pariwisata seks anak melalui webcam atau webcam
child sex tourism(WCST). Para paedofil itu dipancing dengan anak perempuan
virtual.
Karakter
anak itu didesain dengan metode tiga dimensi (3D), memiliki perawakan Filipina,
berusia 10 tahun, dan diberi nama "Sweetie". Karakter virtual itu
dikendalikan oleh para peneliti Terre des Hommes di Amsterdam, Belanda.
Untuk
memulai penelitian, Sweetie memasuki ruang bincang publik di internet (public
chat room). Dalam kurun waktu relatif singkat, lebih dari 20.000 paedofil
dari seluruh dunia mendekati Sweetie dan memintanya melakukan aksi seksual
melalui webcam perangkat komputer.
Para
peneliti Terre des Hommes merekam pembicaraan dan interaksi para paedofil
dengan Sweetie. Kemudian, para peneliti mengumpulkan informasi pribadi pelaku
kekerasan seksual pada anak itu melalui akun media sosial.
Kesimpulan
penelitian Terre des Hommes menunjukkan, 1.000 orang dewasa dari 71 negara
terlibat dalam pariwisata seks anak melaluiwebcam.
Menurut
data PBB dan FBI, setiap saat ada 750.000 pelaku kekerasan seksual anak yang
terhubung dengan internet.
Di wilayah
Asia Tenggara, banyak anak dari Filipina yang menjadi korban kekerasan seksual
yang dilakukan secara online dari webcamperangkat
komputer.
Country
Manager Terre des Hommes Indonesia Sudaryanto mengatakan, kekerasan seksual
macam ini sedang meningkat di beberapa lokasi di Filipina, baik itu atas
kemauan si anak sendiri, diorganisasi oleh orang dewasa, ataupun diminta oleh
orangtuanya.
Di
Indonesia, setidaknya terlacak tiga pelaku yang mengeksploitasi anak dengan
praktik kekerasan seksual melalui webcam. "Kami tak bisa
memastikan apakah itu warga negara Indonesia atau bukan. Kami juga tak bisa
melacak posisi pastinya. Tapi yang jelas kekerasan seksual pada anak melalui
media online akan terus berkembang dari sisi teknologi ataupun
modusnya," katanya.
Meskipun
kekerasan seksual pada anak melalui webcam dilarang oleh
kebanyakan hukum nasional dan internasional, kenyataannya hanya 6 pelaku yang
sudah dipidana di seluruh dunia.
Terre des
Hommes berpendapat, masalah terbesar adalah, pihak polisi tidak mengambil
tindakana apa pun jika tak ada korban anak yang melaporkan kasus tersebut.
Namun, pada kenyataannya juga, hampir semua anak tidak pernah melaporkan bentuk
kekerasan tersebut.
Regional Operations Manager Terre des Hommes South East Asia
Rini Murwahyuni berpendapat, pemerintah dan penegak hukum dapat melakukan investigasi
dan pro-aktif berpatroli di hotspot internet umum yang sering
digunakan untuk melakukan kekerasan seksual pada anak lewat webcam.
Rini mengatakan, efek psikologis yang diterima anak korban
kekerasan seksual secara online sama dengan anak korban
kekerasan seksual fisik. Korban mengalami masalah rendah diri akut, harga diri
tercerabut, merasa tidak berarti lagi, dan menunjukkan gejala stres
pasca-trauma.
Sumber: http://tekno.kompas.com/read/2013/11/08/1001429/dipancing.bocah.perempuan.20.000.paedofil.mendekat
Paedofil
di Sekitar Kita
Terungkapnya
kasus paedofilia, pertengahan April lalu, di Jakarta International School,
Jakarta Selatan, menunjukkan lengahnya perlindungan bagi anak bangsa. Meski
paedofilia bukan hal baru dan sering terjadi di Indonesia, negara selalu lupa
berbenah. Akibatnya, paedofil terus memakan korban.Prevalensi orang dengan
gangguan paedofilia di Eropa dan Amerika mencapai 1-3 persen dari seluruh
populasi,” kata Kepala Bagian Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas
Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta Dinastuti, di Jakarta, Jumat (25/4). Dengan
asumsi prevalensi sama dan jumlah penduduk 250 juta, ada 2,5-7,5 juta paedofil
di Indonesia.
Asosiasi Psikiatri
Amerika (APA, 2000) mendefinisikan paedofilia sebagai minat seksual yang
menetap, kuat, dan berulang terhadap anak pra pubertas, berumur kurang dari 13
tahun. Minat itu muncul intensif minimal enam bulan dalam bentuk pikiran,
fantasi, dorongan, gairah, atau aktivitas seksual.
Jika minat itu tak
tersalurkan, mereka akan stres, tertekan, dan mengalami berbagai kesulitan
interpersonal yang membuatnya sulit bersosialisasi dan mengendalikan emosi. Sikiater Konsultan di RSUD Dr Soetomo-Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya Nalini Muhdi menambahkan, paedofil
minimal berusia 16 tahun dan beda umur dengan korbannya minimal 5 tahun.
Ciri paedofil
adalah jika korbannya dipaksa atau tak mampu membuat keputusan karena usia
belum matang. ”Remaja yang melakukan aktivitas seksual atas dasar saling suka
tak disebut paedofilia,” ujarnya.
Anak jadi sasaran
seksual karena seorang paedofil akan cemas, takut, kurang percaya diri, dan tak
nyaman berinteraksi atau beraktivitas seksual dengan orang dewasa. Anak dipilih
karena mereka biasanya lemah, tak berdaya, penurut, dan mudah dibujuk atau
diancam.
Gangguan paedofilia
mulai terdeteksi saat seseorang menginjak remaja. Namun, manifestasinya bisa
muncul saat mereka dewasa, bahkan lansia. Tergantung faktor pemicunya. Walau
tertarik kepada anak, sebagian besar paedofil juga tertarik secara seksual
kepada orang dewasa (paedofil non-eksklusif). Sebagian besar paedofil adalah
laki-laki, tetapi perempuan juga bisa jadi paedofil. Manifestasi perilaku
paedofil perempuan beragam, bisa dalam bentuk membantu paedofil laki-laki
melakukan kekerasan seksual hingga menganiaya korban untuk mendapat kepuasan
seksual.
Luh Ketut Suryani
dan Cokorda Bagus Jaya Lesmana dalam Pedofil Penghancur Masa Depan Anak (2009)
menyebut sasaran paedofil beragam, mulai anak yang matang fisiknya
(teleiofilia), anak berumur kurang dari 5 tahun (infantofilia), atau anak di
awal masa pubertas (hebofilia/hebefilia).
Penyebab
Paedofilia bisa dipicu
banyak hal. Semasa kanak-kanak, ketertarikan seksual bisa muncul dan
termanifestasikan saat bermain. Itu normal. Namun, jika dihayati anak sebagai
pengalaman berarti dan berulang hingga remaja, maka gangguan paedofilia bisa
muncul karena anak tak bisa memindahkan ketertarikannya kepada orang dewasa.
”Orangtua dan pengasuh berperan besar mengarahkan dan menjelaskan permainan itu
agar tak berlebihan dan tak berulang,” tutur Dinastuti.
Pelaku kekerasan
seksual terhadap anak, termasuk paedofil, cenderung pernah mengalami kekerasan
seksual saat kanak-kanak. Namun, kecenderungan itu tak berlaku semua. Bukan
sebab akibat.
Pengalaman
kekerasan seksual semasa kanak-kanak itu bisa muncul saat dewasa atau lansia
hingga mencari anak untuk melakukan aktivitas seksualnya. Pemicunya, tulis
Suryani dan Lesmana, bisa karena penderitaan atau penghinaan dari pasangan atau
kegagalannya dalam menjalankan fungsi di masyarakat, pekerjaan, atau keluarga.
Paedofilia juga
bisa dipicu abnormalitas otak sehingga muncul gangguan perkembangan saraf dan
mekanisme kerja otak. Abnormalitas otak bisa disebabkan gangguan otak anak
sejak di kandungan, cedera kepala, atau tumor otak. Namun, gangguan itu tak
selalu dapat diperiksa.
Dinastuti
mengatakan, paedofil biasanya berhati-hati dalam beraktivitas. Sebab, secara
universal, dorongan seksual terhadap anak adalah terlarang dan tabu. Internet
jadi alat efektif untuk mencari informasi, gambar, atau video calon korban.
Setelah target
didapat, mereka dengan sabar menjalin relasi pertemanan, banyak memuji, dan
memberi hadiah. Setelah rasa percaya korban kepada pelaku terbangun, anak akan
diminta pelaku melakukan aktivitas seksual secara bertahap, mulai dari
sentuhan, membuka baju, sampai aktivitas seksual sesungguhnya, seperti seks
oral, anal, ataupun vaginal.
Pelaku biasa
mencari calon korban di lingkungan rumah atau tempat anak beraktivitas karena
kemudahan mencari korban dan minimnya pengawasan. Mereka bisa ada mulai di
rumah, sekolah, jalanan, hingga komunitas keagamaan.
Terapi
Menurut Nalini,
paedofil adalah istilah psikiatri, bukan hukum. Paedofil tak dapat dihukum jika
mereka tak merugikan orang lain. Oleh karena itu, paedofil harus diterapi agar
gangguannya bisa diatasi dan dipulihkan. Dengan demikian, saat dorongan
seksualnya muncul, bisa dikendalikan atau disalurkan dengan cara positif yang
tak merugikan orang lain.
Untuk memastikan seseorang mengalami paedofilia, kata Dinastuti, mereka perlu menjalani pemeriksaan psikologis komprehensif lebih dulu. Tak bisa langsung dituduh paedofil.
Untuk memastikan seseorang mengalami paedofilia, kata Dinastuti, mereka perlu menjalani pemeriksaan psikologis komprehensif lebih dulu. Tak bisa langsung dituduh paedofil.
Jika sudah
dipastikan paedofil, tambah Nalini, penyebabnya perlu dipastikan dulu. Faktor
biologis pemicunya, seperti gangguan neurologis, hormon, atau kromosom, harus
dituntaskan. ”Bila faktor biologis sudah tidak ada, baru psikoterapi,” katanya.
Keberhasilan terapi ditentukan banyak hal. Makin muda usia paedofil saat
diterapi, tingkat keberhasilannya kian tinggi. Pengalaman kekerasan seksual di
masa kecil akan mempersulit terapi. Motivasi sang paedofil untuk berubah juga
penting. ”Dukungan sosial orangtua
dan lingkungan berperan besar,” ujarnya. Oleh karena itu, orangtua tak perlu
malu melaporkan pelaku kekerasan seksual atas anaknya. Keberanian itu bisa
mempermudah terapi anak dan memutus rantai kekerasan seksual kepada anak.
Negara juga perlu
lebih peduli, tak bisa terus mengabaikan kekerasan seksual terhadap anak karena
itu kejahatan kemanusiaan yang keji dan merusak masa depan anak. Negara tak
boleh menyalahkan korban, tetapi justru memfasilitasi korban dan keluarganya
agar tak malu melaporkan kekerasan yang dialami dan memberi terapi kepada
mereka.
Sumber:
http://health.kompas.com/read/2014/04/26/1559527/Paedofil.di.Sekitar.Kita
1.
Kekuatan (Strength)
- Memberikan
hukuman yang membuat efek jera terhadap pelakunya
- Mempelajari ciri ciri paedofil
- Memperketat
penjagaan terhadap anak di bawah umur
- Mengetahui
cara menghindari anak para pelaku paedofil
2.
Kelemahan (Weakness)
- Lemahnya perlindungan bagi anak
bangsa
- Kurangnya
pengawasan orang tua terhadap anaknya
- Tidak
adanya kepekaan keluarga terhadap perilaku anak yang menyimpang
- Tidak
adanya sanksi tegas terhadap para pelaku
3.
Peluang (opportunity)
- Keadaan lingkungan yang sepi
- Fasilitas
modern yang menunjang
- Kemampuan
pelaku untuk membujuk si korban
- Ruang
gerak pelaku yang sangat luas
4.
Tantangan/Hambatan (Threats)
- Pemerintah
tidak berani mengambil tindakan untuk para pelaku
- Ketidakpastian hukuman untuk
para pelaku
- Teknologi
modern yang memudahkan askes para pelaku
- Kesibukan
orang tua
BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1.
KESIMPULAN
- Setiap
masyarakat harus mengontrol anak atau keluarga yang masih di bawah umur
- Setiap
masyarakat mampu mengetahui ciri-ciri paedofil
- Setiap
masyarakat lebih peka terhadap kelainan perilaku seseorang (perilaku tidak
normal)
- Pemerintah
segera menetapkan hukuman yang setimpal untuk para pelaku
2.
REKOMENDASI
- Mempelajari
ciri ciri paedofil
- Meningkatkan
perlindungan bagi anak bangsa
- Memantau
keadaan lingkungan
- Menetapkan
hukuman untuk para pelaku
REFENSI:
http://health.kompas.com/read/2014/04/26/1559527/Paedofil.di.Sekitar.Kita