PENGETAHUAN LINGKUNGAN
ANALISIS PENCEMARAN LINGKUNGAN STUDI KASUS PADA
MASYARAKAT RANCAEKEK
Disusun
Oleh:
Nama / NPM : 1. Ari Nurzeha /31414546
2. Rizki Darmawan /39414615
3. Syamsul Hudha /3A414594
4. Linggar Kristoferi /36414546
5. Nicko Mas Merdeka /37414921
6. Hidayatul Rahman /34414981
7. Fitryana Widyawati /34414353
6. Dede Radiman /34414981
Kelompok :
1 (Satu)
Kelas : 3 ID15
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2017
I.
Latar Belakang
Pencemaran lingkungan merupakan
masalah kita bersama, yang semakin penting untuk diselesaikan. Pencemaran
lingkungan yang harus segera kita atasi bersama diantaranya pencemaran air
tanah dan sungai, pencemaran udara perkotaan, kontaminasi tanah oleh sampah,
hujan asam, perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon, kontaminasi zat
radioaktif, dan sebagainya. Lingkungan yang tercemar akan mengganggu kesehatan,
dan berdampak pada penurunan kualitas hidup orang yang tinggal di sekitar
lingkunan tersebut. Masalah lain adalah dalam aspek finansial, dimana
lingkungan yang tercemar akan mengganggu kegiatan bekerja orang-orang yang mengandalkan
lingkungan sekitar sebaga mata pencariannya.
Permasalahan
pencemaran atau kerusakan lingkungan di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung,
khusus nya di 4 (empat) Desa, yaitu Desa Jelekong, Desa Linggar, Desa
Bojongloa, dan Desa Sukamulya sudah berlangsung cukup lama. Pada awalnya
masyarakat di kawasan tersebut hidup tentram dan damai, walaupun mereka hidup
sederhana yang kebanyakan masyarakat disana sebagai petani, dengan kondisi
lingkungan pertanian yang asri, produksi padi dan ikan melimpah dan sehat. Di
kawasan tersebut mengalir sungai kecil dikenal dengan nama sungai Cikijing.
Sungai cikijing yang sebagai sumber air untuk sawah dan kolam ikan serta untuk
keperluan rumah tangga lainnya. Dengan debit yang tidak terlalu besar, namun
sudah cukup bagi kebutuhan masyarakat sekitar. Debit air ini meningkat setelah
melewati kawasan pabrik karena adanya pembuangan limbah cair. Tanpa disadari,
oeningkatan debit air sungai tersebut rupanya merupakan awal dari pada derita
masyarakat di 4 Desa Kec. Rancaekek Kabupaten Bandung. Penderitaan rakyat
Rancaekek berawal dari pembangunan industri di Kecamatan Cikeruh, Kabupaten
Sumedang. Berbagai perusahaan telah membentuk cluster industri yang sebagian
besar menghasilkan limbah cair dan membuangnya ke badan air Sungai Cikijing.
Dari puluhan perusahaan di sekitar Jalan Rancaekek, yang berada di Kecamatan
Cikeruh terdapat 3 (tiga) perusahaan yaitu PT. Kahatex, PT. Insan Sandang dan
PT. Five Star, yang dalam proses industri nya maupun debit limbah cairnya
diduga memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan beban pencemaran
Sungai Cikijing. Karena tidak ada sumber air lainnya, air yang sudah tercemar
berbagai bahan kimia (termasuk logam berat) tetap digunakan untuk mengairi
sawah dan juga kolam ikan, bahkan dipakai juga untuk mandi, cuci dan memasak.
Luas areal pertanian dan perikanan yang terkena dampak pencemaran lingkungan
diindikasikan dengan menurunnya kualitas lahan pertanian dan menyebabkan
menurunnya produksi, bhakan menyebabkan kematian tanaman padi atau bulir
padinya hampa dan juga ikan yang diusahakan mati. Lebih tragis lagi, terdapat
indikasi kuat bahwa pemcemaran di kawasan tersebut telah menyebabkan
meningkatnya berbagai penyakit, termasuk penyakit dalam. Persoalan pencemaran
lingkungan yang semula hanya dimensi teknis, telah berkembang ke dimensi
sosial, hukum, ekonomi, kesehatan, bahkan juga politik dan budaya. Para petani
yang merasa di rugikan, telah melakukan berbagai upaya menuntut ganti rugi yang
dihitung dari nilai penurunan produksi pertanian dan/atau perikanan, yang
diyakini akibat pencemaran. Pencemaran sungai cikijing tersebut diduga terjadi
karena perusahaan tersebut tidak mengoperasikan IPAL-nya sesuai dengan
ketentuan. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan hasil pengukuran laboraturium yang
dilakukan terhadap limbah cair. Pengukuran yang diberitahukan terlebih dahulu
atau hasil pengukuran mandiri, cenderung mendapatkan hasil tidak melebihi baku
mutu limbah cair, dibanding pengukuran yang dilakukan secara mendadak/sidak
(senantiasa melebihi baku mutu limbah cair yang diperkenankan)
Berdasarkan masalah tersebut, perlu ada solusi yang
konkret dari berbagai aspek yang terlibat baik pemerintah, masyarakat dan
perusahaan terkait. Untuk itu kami mencoba memberi informasi tentang tanggapan
ideal dari pemerintah, dan masyarakat terhadap masalah tersebut, dan juga
mencoba menganalisis masalah tersebut dari sudut pandang kelompok kami sebagai
mahasiswa dan memberikan solusi terbaik terhadap masalah tersebut.
II.
Akibat Yang
Timbul dari Linbah Industri di Rancaekek
Abainya pemerintah dalam mengawasi
pembuangan limbah industri wilayah Rancaekek ke Sungai Cikijing membuat
masyarakat sekitar mengalami kerugian besar. Limbah industri di Rancaekek mengakibatkan kerugian
kesehatan, pertanian, perikanan, kehilangan pendapatan, kehilangan jasa air.
Laporan yang didasarkan atas studi
di 4 desa di Rancaekek, Kabupaten Bandung, itu menguak bahwa kerugian pada
sektor pertanian selama 12 tahun terakhir ini mencapai Rp 841.741.893.000. Desa-desa yang diteliti, yakni
Sukamulya, Linggar, Jelegong, dan Bojongloa, sebelumnya mempunyai produktivitas
gabah 7,5 ton per hektare dengan intensitas panen 2-3 kali per tahun. Namun, setelah ada pabrik di
sekitarnya, produktivitas padi turun sebesar 97 persen. Sementara itu,
intensitas panen juga turun menjadi hanya 1-2 kali per tahun.
Dari sektor perkebunan, kerugian
mencapai Rp 812.184.000 selama 12 tahun, dihitung dari nilai produktivitas
perkebunan dan biaya yang harus dikeluarkan petani untuk pupuk dan lainnya.
Sementara itu, sektor perikanan
mengalami kerugian besar sebab produktivitas turun 100 persen. Pembudidaya ikan tak bisa beroperasi
karena air sungai yang tercemar. Jika pun ada yang masih membudidayakan, ikan
produksi tak layak konsumsi. Kerugian
dari sektor perikanan ini ditaksir mencapai Rp 10.525.500 dalam 12 tahun
terakhir.
Masyarakat mengalami kerugian
kesehatan, banyak
warga menderita penyakit kulit dan gatal-gatal sehingga harus memeriksakan diri
bila diuangkan, upaya warga untuk mendapatkan kembali kesehatan mencapai Rp
815.070.500.400.
Sungai Cikijing yang menjadi lokasi
pembuangan limbah sebenarnya menjadi sumber air bagi warga. Karena tercemar, air tak bisa lagi
dimanfaatkan. Kerugian akibat hilangnya jasa air itu ditaksir mencapai Rp
288.929.984.400. Masyarakat
juga mengalami kehilangan pendapatan akibat mata pencahariannya terganggu.
Total kerugian akibat hilangnya pendapatan dalam 12 tahun terakhir ditaksir
mencapai Rp 7.341.674.036.
III.
Komentar Dari
Masyarakat dan Pemerintah
3.1.Tanggapan pemerintah
Pemerintah melalui
Menteri Negara Lingkungan Hidup mengeluarkan Keputusan Nomor:
KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
Dalam Pasal 6 Keputusan Menteri tersebut dinyatkan bahwa setiap penanggung
jawab kegiatan industri wajib:
1.
Melakukan pengelolaan limbah cair
sehingga mutu limbah cair yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu
limbah cair yang telah ditetapkan.
2.
Membuat saluran pembuangan limbah cair
yang kedap air sehingga tidak terjadi perembesan limbah cair ke lingkungan.
3.
Memasang alat ukur atau laju air limbah
cair dari melakukan pencatatan debit harian limbah cair tersebut.
4.
Tidak melakukan pengenceran limbah cair,
termasuk mencampurkan buangan air bekas pendingin ke dalam aliran pembuangan
limbah cair.
5.
Memeriksakan kadar parameter baku mutu
limbah cair secara periodik sekurangkurangnya satu kali dalam sebulan.
6.
Memisahakan saluran pembuangan limbah
cair dengan saluran limpahan air hujan.
7.
Melakukan pencatatan produksi bulanan
senyatanya
8.
Menyampaikan laporan tentang catatan
debit harian, kadar parameter baku mutu limbah cair, produksi bulanan
senyatanya, sekurang-kurangnya tiga bulan sekali kepada kepala Bapeda,
Gubernur, instansi teknis yang membidangi industri, dan isntansi lain yang
dianggap perlu sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku.
Badan Pengendalian Lingkungan Daerah (BAPEDALDA), yang
sekarang menjadi Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi
Jawa Barat bersama dengan Kementrian Lingkungan Hidup, telah melakukan berbagai
upaya antara lain membentuk POKJA penanganan pencemaran/ perusakan Lingkungan
Hidup, melakukan penelitian, pengkajian dan analisis dari berbagai bidang
keilmuan, memberikan sanksi administratif baik oleh BPLHD maupun Kementrian
Lingkungan Hidup, memfasilitasi musyawarah antara masyarakat dengan perusahaan
yang diduga telah menyebabkan pencemaran/perusakan lingkungan, melakukan
penelitian untuk pemulihan lahan tercemar limbah, melakukan sidak ke PT.
Kahatex dan lahan tercemar. Hasil Sidak dilakukan pembahasan, dengan kesimpulan
Penegakan Hukum akan dilaksanakan setelah melakukan pembahasan dengan
menghadirkan para ahli. BPLHD juga sudah mengusulkan kepada Kementrian
Lingkungan Hidup (KLH) agar memerintahkan PT. Kahatex melakukan audit
lingkungan wajib. Tetapi jawaban dari KLH sangatlah mengecewakan, KLH tidak
dapat memerintahkan audit wajib kepada PT. Kahatex dengan alasan tidak memenuhi
syarat.
3.2.Tanggapan masyarakat
Besarnya masalah yang ditimbulkan dari limbah industri
tekstil sangat berdampak serius bagi semua kalangan terutama masyarakat
disekitar, bahkan efek yang ditimbukan berimbas pada kerugian kesehatan,
pertanian, perikanan, kehilangan pendapatan, kehilangan jasa air mengingat
Sungai Cikijing menjadi sumber air bagi warga. Besarnya kerugian yang dialami
masyarakat tidak akan terselesaikan jika terus didiamkan dan tanpa ada
perbaikan.
Masyarakat berharap masalah ini bisa dengan cepat
diselesaikan. Semua pihak harus bekerjasamanya dalam penyelesaian ini. Kita
sebagai masyarakat tidak akan bias berbuat apa-apa tanpa ada bantuan dari semua
pihak dan Pemerintah utamanya. Pemerintah seharusnya mengawasi dan memantau
setiap kegiatan industri apalagi yang berdampak terhadap lingkungan, selain itu
seharusnya pemerintah juga memberikan sangsi terkait pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan oleh pelaku industri terutama yang mengancam lingkungan
masyarakat dengan menjalankan semua aturan hukum yang ada, demi memberi
efek jera serta memberikan kenyamanan pada lingkungan sekitar.
Tidak hanya dari hukum, masyarakat berharap para pelaku
industri juga harus bertanggung jawab dengan dampak yang mereka berikan. Pelaku
industri harus mengganti semua kerugian yang dialami masyarakat mengingat
besarnya kerugian yang dialami masyarakat, serta pelaku industri harus
memperbaiki sistem pengolahan limbah yang mereka hasilkan sehingga tidak lagi
akan merugikan masyarakat di sekitarnya.
IV.
Tanggapan Kelompok dan Solusi
Masalah
Sebagai manusia tentu kita semua harus menjaga kelestarian
lingkungan, dimulai dari lingkungan sekitar kita, sampai lingkungan yang lebih
luas. Melihat tingkat urgensi masalah ini, belakangan telah berkembang bebagai
kampanye ramah lingkungan lewat gerakan go
green, recycle, reuse dan recycle.
Masyarakat semakin Aware tentang
masalah lingkungan, bahkan di Negara maju industri-industri semakin berlomba
mengembangkan perusahaan yang ramah lingkungan baik dari segi produk, proses,
maupun pengguanaan bahan baku.
Melihat studi kasus diatas masalah diakibatkan karena
kegiatan pembuangan limbah perusahaan ke lingkungan sekitar yang berakibat
tercemarnya lingkungan dan menggangu kegiatan masyarakat. Terdapat 3 unsur yang
terlibat dalam masalah tersebut yaitu perusahaan, masyarakat, dan pemerintah
sebagai pembuat kebijakan.
Pemerintah kami nilai kurang serius mengatur regulasi
tentang pencemaran lingkungan dan terkesan melakukan pembiaran terhadap masalah
yang terjadi tanpa adanya peningkatan dari sisi regulator pengatur masalah
pencemaran, sehingga perusahaan yang merasa telah “aman” mengikuti aturan terus
menjalankan usaha tanpa adanya teguran dari pemerintah. Padahal masyarakat yang
jelas-jelas dirugikan lewat lingkungan yang semakin terecemar.
Solusi nya adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus
serius dalam pengaturan Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) serta mengawasi
pembuangan limbah industri dengan sungguh-sungguh. untuk mendapatkan IPLC, seharusnya
pihak industri wajib menyertakan bahan kimia yang dibuang, volumenya, serta
hasil analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Setelah dokumen diterima, seharusnya
ada kajian ulang untuk memastikan limbah yang dibuang oleh industri
benar-benar aman untuk lingkungan sekitar industri. Unrtuk itu pemerintah harus melakukan perbaikan dan evaluasi dalam
pemberian IPLC. Serta melakukan evaluasi setian periode tertentu tentang
bagaimana industri mengelola limbah.
Diterapkan aturan pemerintah yang lebih “serius” menangani
masalah pencemaran lingkungan ini, maka diharapkan perusahaan-perusahaan dalam
menjalankan usaahanya juga dapat memikirkan cara membangun perusahaan yang
ramah lingkungan dengan cara melaksanakan teknologi bersih, memasang
alat pencegah an pencemaran, melakukan proses daur ulang dan terpenting harus
melakukan pengolahan limbah industri guna menghilangkan bahan pencemaran atau
paling tidak meminimalkan bahan pencemaran yang berbahaya bagi lingkungan
hingga batas yang diperbolehkan.
Andil masyarakat disini juga tidak kalah pentingnya,
masyarakat diharapkan aktif memberikan masukan kepada pemerintah bagaimana
solusi yang tepat dan bagaimna dampak yang dialami mayarakat sekitar industri
tersebut untuk bahan evaluasi pemerintah dalam memberikan izin dampal
lingkungan kepada industri yang bersangkutan.
Solusi selanjutnya adalah dengan pemberian sanksi
hukum yang tegas bagi
perusahaan yang masih
membuang limbah hasil proses indutri yang mencemari lingkungan , sanksi ini
demi memberi efek jera serta memberikan kenyamanan pada lingkungan sekitar. Selain itu ditambah memberikan
sanksi moral, dimana masyarakat harus lebih aware
terhadap perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan dengan memberi image jelek terhadap perusahaan
tersebut.
Sumber
http://sains.kompas.com/read/2016/04/04/19464261/Akibat.Limbah.Industri.Masyarakat.Rancaekek.Merugi.Rp.11.3.Triliun. Diakses Pada Tanggal 24 Maret 2017
www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/115lamp.pdf. Diakses Tanggal 24 Maret 2017
kpd.batamkota.go.id/dampaklingkungan/profil-2/tupoksi-bapedal/. Diakses Tanggal 24 Maret 2017