Hakikat Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan dalam
Tinjauan Filsafat Ilmu
“Ketahuailah
apa yang kamu tahu dan ketahuilah apa yang kamu tidak tahu”, seperti itulah
kutipan kata-kata dari seorang filsuf ketika ditanya oleh seseorang mengenai
cara untuk mengetahui kebenaran. Sebagaimana yang telah dipahami, pada dasarnya
manusia memang selalu identik dengan rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu ini bukan
semata-mata tidak memiliki pengaruh pada manusia, melainkan rasa ingin tahu
tersebut menjadi langkah awal bagi manusia untuk mengetahui kebenaran. Karena
kompleksitas yang ada pada alam semesta ini membuat manusia senantiasa ingin mencari
tahu yang sesungguhnya.
Hal-hal
yang berkaitan dengan rasa ingin tahu manusia sebenarnya telah banyak dikaji
oleh berbagai disiplin ilmu. Kajian tersebut menjadi menarik karena mampu
menjadi dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Kajian terkait rasa ingin
tahu manusia beserta kebenaran yang diharapkan oleh manusia, pada umumnya
dibahas dalam pengantar filsafat ilmu. Filsafat ilmu menjadi dasar dalam
memahami esensi dari rasa ingin tahu manusia dan kebenaran. Karena sering kali
untuk memahami sesuatu terkait tahu dan kebenaran itu dikacaukan oleh
terminologi-terminologi yang saling tumpang tindih yang akhirnya menyimpulkan
kekacauan dalam mengartikan suatu hal. Sering kali dalam memahami tahu dan
kebenaran, terkacaukan pemahaman terkait perbedaan antara pengetahuan dan ilmu
pengetahuan; bagaimana indikator kebenaran itu. Maka, hal tersebut perlu
dipahami secara mendasar agar dalam mengembangkannya tidak terjadi kesalahan
secara teoritik.
Pemahaman
terkait pengetahuan, ilmu pengetahuan, batasan ilmu pengetahuan menjadi
landasan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan pengetahuan dan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Karena sebagai akademisi yang identik dengan keilmuan
sudah sepatutnya hal paling mendasar tentang ilmu pengetahuan dipahami secara
mendasar sebagai acuan dalam pengembangan-pengembangan keilmuan. Terlebih bagi
akademisi yang berada di bawah naungan pendidikan tinggi, hal mendasar yang
telah dipahami menjadi landasan untuk mengembangkan keilmuan sesuai dengan
disiplin ilmu yang ditekuni. Dengan demikian, khasanah bacaan terkait keilmuan
bukan lagi bersifat pengawetan sebuah teori melainkan pembaruan-pembaruan yang
disesuaikan dengan dinamika kehidupan. Berdasarkan hal tersebut, maka tulisan
ini berupaya membahas mengenai hakikat pengetahuan, ilmu pengetahuan, batasan
ilmu pengetahuan dan hakikat kebenaran dalam sudut pandang ilmu.
A.
Hakikat
Pengetahuan
Secara
biologis manusia memang diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, karena
adanya berbagai kesamaan dengan hewan. Namun, manusia dikatakan memiliki
keunggulan terutama pada kecerdasannya. Karena hanya manusialah yang mampu
menafsirkan alam semesta beserta interaksi-interaksi yang ada di dalamnya
melalui rasa ingin tahu. Banyak ilmuwan yang telah berupaya mengidentifikasi
perihal kemamapuan manusia untuk “tahu” ini, contohnya melalui tinjauan otak
manusia. Manusia itu mempunyai otak besar serta kulit otak yang paling sempurna
tumbuhnnya dan paling banyak berliku-likunya. Ini menyebabkan bahwa ia menjadi
suatu ‘binatang berpikir’, sehingga ia membuka kemungkinan-kemungkinan bagi
kekuatan berpikir, daya mengangan-angankan, kesadaran dan keinsafan, kemampuan
bicara, daya belajar yang sempurna sekali dan daya menggunakan alat. Melalui
penerjemahan tentang otak tersebut, ilmuwan mencoba memberikan kesimpulan bahwa
rasa ingin tahu manusia dapat ada karena salah satunya didukung oleh fisiologi
sel-sel otak manusia. Namun sejauh yang penulis ketahui, belum ada ilmu yang
mampu menjelaskan lebih rinci mengenai kemampuan dan mekanisme kerja otak
manusia yang dapat berpikir untuk tahu, menganalisis, mengingat, dan
berangan-angan. Setidaknya biologi telah berupaya menjelaskan otak manusia
tersebut, yang dapat memberikan informasi terkait rasa ingin tahu manusia.
Rasa
ingin tahu yang ada pada manusia menjadikan manusia memiliki pengetahuan.
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu
knowledge. Sedangkan secara terminologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui; segala sesuatu yang diketahui
berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Dalam penjelasan lain, pengetahuan
merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Melalui dua pengertian di
atas, dapatlah dipahami secara sederhana bahwa pengetahuan merupakan segala
sesuatu yang manusia ketahui sebagai hasil dari proses mencari tahu.
Pengetahuan menjadi sebuah hal yang luar biasa dalam peradaban manusia, karena
melalui pengetahuanlah aspek-aspek dalam peradaban manusia berkembang yang
kemudian seluruhnya dapat dibedakan berdasarkan ontologi, epistemologi dan
aksiologinya.
Agar
lebih sederhana dalam memahami pengetahuan ini, maka penulis menganalogikan
dengan hal berikut: Anda adalah mahasiswa baru di sebuah Universitas, kemudian
Anda ingin mengetahui perpustakaan Universitas tersebut. Oleh karena itu, Anda
menanyakan pada seseorang, yang kemudian dengan informasi yang diberikannya
Anda akhirnya tahu dan dapat menemukan perpustakaan Universitas. Informasi yang
Anda tanyakan tadi akhirnya membantu Anda untuk menemukan perpustakaan
Universitas. Informasi tentang perpustakaan Universitas yang baru Anda dapatkan
tadi, itulah pengetahuan baru bagi Anda.
Manusia
berpengetahuan bukan semata-mata untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya,
melainkan memiliki tujuan-tujuan tertentu. Pada masa lalu, manusia berupaya
mencari tahu untuk mengetahui suatu hal, umumnya menggunakan cara-cara yang
sederhana yakni melalui aktivitasnya dengan alam. Sehingga ia akan menemukan
cara hidup yang sesuai dengan alam. Untuk dapat memahami tahapan pengetahuan,
secara umum August Comte (1798-1857) membagi tiga tingkat perkembangan
pengetahuan manusia dalam tahap religius, metafisik dan positif. Tahapan
tersebut jugalah yang ada pada peradaban bangsa Indonesia. Pada tahap pertama,
asas religilah yang dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi
atau penjabaran dari ajaran religi. Tahap kedua, orang mulai berspekulasi
tentang metafisika (kebendaan) ujud yang menjadi objek penelaahan yang terbebas
dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan di atas dasar postulat
metafisik tersebut. Sedangkan tahap ketiga adalah tahap pengetahuan ilmiah,
(ilmu) di mana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses
verifikasi yang objektif.
Berdasarkan
tahapan pengetahuan yang telah dikembangkan oleh August Comte, dapatlah
dipahami bahwa pengetahuan manusia pada mulanya didasari dengan suatu sikap
pasif terhadap alam semesta. Sehingga yang muncul adalah kepatuhan terhadap
alam semesta dengan cara memujanya agar kebaikan-kebaikanlah yang didapatkan
dari alam. Hal ini dapat diketahui melalui adat-istiadat beberapa masyarakat
kita yang masih mengadakan ritual tertentu sebagai bentuk penghormatan terhadap
alam. Secara sederhana masyarakat memandang lingkungan sekitarnya penuh dengan
sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan, maka sistem pengetahuannya menyatakan
bahwa semua itu adalah karunia sesuatu yang tidak tampak. Akhirnya
kekompleksitasan yang ada pada alam semesta menjadikan manusia pada zaman
dahulu mencoba menafsirkan alam semesta dengan mengkaitkannya pada wujud dan
sifat-sifat manusia. Kemudian termanifestasikanlah ke dalam bentuk para dewa.
Karena pada dasarnya, setiap suku bangsa umumnya mempunyai cerita mitos yang
merupakan hasil pemikiran masyarakat. Mitos mengandung unsur-unsur simbolik
yang mempunyai arti dan pesan bagi hubungan sosial maupun kehidupan sehari-hari
masyarakat.
Masyarakat
Indonesia juga memiliki mitos sendiri yang berasal dari asimilasi paham
animisme dengan paham Hindu dalam tindakan religius orang Jawa, akhirnya
melahirkan berbagai bentuk dewa. Dapatlah dianalogikan perkembangan pengetahuan
manusia menurut August Comte seperti ini, manusia yang hidup dengan
mengandalkan alam seperti pertanian. Sebagai contoh, masyarakat Jawa
mempercayai bahwa melimpahnya tanaman yang tumbuh di tanah Jawa sebagai karunia
Yang Maha Kuasa, yang diperoleh melalui pengorbanan seorang dewi, yaitu Dewi
Sri. Melalui pemahaman akan adanya sosok Dewi Sri tersebut, maka masyarakat
menganggap tumbuhan yang melimpah adalah karunia sehingga memerlukan perlakuan
yang baik. Maka, untuk menjaga agar tumbuhan tetap dapat tumbuh subur dan
menghasilkan panen yang melimpah, masyarakat menggelar ritual untuk
“menyenangkan” dan menghormati Sang Dewi. Hal tersebut umumnya diselenggarakan
dalam bentuk upacara-upacara pada proses penanaman padi, mulai dari pembenihan
hingga panen bahkan ketika terjadi gagal panen.
Oleh
karena itu, jika pada suatu waktu padi yang ditanam tiba-tiba menjadi mengering
dan tidak memberikan hasil panen yang memuaskan, manusia menyimpulkan bahwa
alam telah marah padanya karena kurang dimuliakan maka mulailah mereka kembali
memuliakan alam melalui ritual-ritual tertentu. Hal tersebut sebagai
manifestasi dari pengetahuan manusia bahwa ada kekuatan di luar diri manusia
yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia, maka manusia harus memulikan
kekuatan tersebut agar kehidupan manusia dapat terjamin. Setelah itu, pengetahuan
manusia terus berkembang, sehingga memandang fenomena tanaman yang tiba-tiba
tidak produktif ternyata terjadi secara berkala, yakni pada suatu waktu
tertentu. Melalui pengalaman tersebut akhirnya manusia menyimpulkan bahwa bukan
semata-mata alam marah jika tanaman tidak berproduksi melainkan hal tersebut
terjadi karena suatu hal yang tidak nyata di alam namun memiliki pengaruh pada
pertumbuhan tanaman, seperti musim. Akhirnya berdasarkan pengalaman manusia,
pengetahuannya menyimpulkan bahwa ketika musim tertentu (kemarau) padi yang
ditanam tidak akan membuahkan hasil. Dengan demikian pada tahap pengetahuan
yang kedua ini, manusia mulai menafsirkan bahwa alam memiliki siklus musim dan
jenis tanaman apa yang dapat ditanam pada musim tertentu. Namun, manusia belum
dapat berbuat banyak karena hanya sekedar mengetahui adanya musim pengering.
Maka, mereka memulai untuk mengantisipasi ketersediaan air melalui sistem
irigasi secara sederhana.
Selanjutnya,
di tahap akhir manusia menafsirkan alam berdasarkan ilmu pengetahuan seperti
sekarang ini. Manusia mencoba menafsirkan mengapa musim kemarau itu dapat
terjadi dan pada dewasa ini cenderung tidak dapat terprediksikan. Sehingga
seharusnya mereka dapat memanen hasil pertanian namun terkadang gagal panen karena
kekeringan yang melanda. Pada tahap selanjutnya inilah, manusia mulai mengenal
ilmu pengetahuan maka untuk menafsirkan fenomena alam yang tidak terprediksikan
tersebut mulailah manusia meninjaunya secara lebih objektif atau berdasarkan
kondisi alam itu sendiri.
B.
Hakikat Ilmu
Pengetahuan
Banyak
orang mengartikan pengetahuan dan ilmu pengetahuan itu sama, hal tersebut
memang tidak salah seluruhnya namun perlu ditinjau berdasarkan kaidah keilmuan
agar dapat memahami sesungguhnya. Sebagaimana analogi yang telah dipaparkan,
bahwa ilmu pengetahuan adalah tahapan atau bagian dari pengetahuan. Sehingga
dapat dipahami bahwa pengetahuan berbeda dengan ilmu. Lebih tepatnya ilmu
adalah bagian dari pengetahuan. Kata ilmu merupakan terjemahan dari kata
“science”, yang secara etimologis berasal dari kata latin “scinre”, artinya “to
know”. Namun, pengertian science ini sering salah diartikan, dan direduksi
berkaitan dengan ilmu alam semata padahal tidak demikian. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Pendapat lain
menerangkan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang mengembangkan dan melaksanakan
aturan-aturan mainnya dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhannya. Melalui
pendapat tersebut dipahami bahwa ilmu merupakan pengembangan dari pengetahuan
yang memiliki aturan tertentu dan dapat diuji kebenarannya karena berkaitan
dengan penafsiran suatu hal yang pada umumnya berlaku secara umum.
Science is the system of man’s
knowledge on nature, society and thought. It reflect the world in concepts,
categories and law, the correctness and truth of which are verified by
practical experience, Demikian
pernyataan Afanasyef seorang ahli pikir Marxist berkebangsaan Rusia. Melalui
penjabaran yang telah dikemukakan maka dapatlah dipahami bahwa ilmu pengetahuan
adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (obyek/ lapangan), yang
merupakan kesatuan yang sistematis dan memberikan penjelasan yang sistematis
yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal atau
kejadian itu.
Berdasarkan
pengertian yang telah diuraikan, maka ilmu menunjukan perkembangan pengetahuan
manusia yang telah tersusun secara lebih terstruktur dan dapat diuji
kebenarannya oleh semua orang. Pada akhirnya alam semesta dapat diterjemahkan
oleh manusia menggunakan cara-cara yang lebih sesuai dengan dinamika alam apa
adanya. Berdasarkan kajian-kajian yang ada, maka penulis menyimpulkan bahwa
ilmu sebagai bagian dari pengetahuan memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari
pengetahuan lain, yaitu: logis, sistematis, universal dan empiris. Logis
menunjukan bahwa ilmu dapat dijangkau dan diterima oleh nalar manusia. Karena
sifatnya dapat teramati oleh indera manusia atau dapat dijangkau oleh alat-alat
yang mampu membantu indera manusia dalam menafsirkan gejala alam. Sistematis
menunjukkan pada sebuah hal yang runut, memiliki tahapan-tahapan yang jelas
dalam memahaminya. Universal, bersifat menyeluruh yang berarti ilmu pengetahuan
berlaku secara umum. Sedangkan empiris menunjukan bahwa semua orang dapat
mengalami ilmu pengetahuan itu atau dapat mengembangkan ilmu tersebut.
Cerita
tentang tanaman padi kita tadi yang tiba-tiba mengering secara tidak
terprediksikan, pada akhirnya dapat dijelaskan secara lebih ilmiah oleh
keilmuan. Fenomena tersebut dapat dijelaskan oleh biologi misalnya, karena padi
yang tiba-tiba mengering sebelum masanya dapat terjadi karena adanya fenomena
pemanasan global yang menyebabkan musim menjadi tidak menentu dan meningkatnya
suhu bumi sehingga menjadi lebih panas akibat kerusakan ozon. Hal tersebut
dapat menjadi salah satu penyebab yang lebih ilmiah dan berlaku secara umum
untuk menjelaskan faktor penyebab fenomena padi kita.
Setelah
dipahami bahwa penyebab kekeringan itu adalah pemanasan global maka, ilmu
jugalah yang mengembangkan solusi bagi pertanian. Kemajuan di bidang biologi
sel dan molekuler menjadikan para biologiwan dapat mengembangkan varietas
tanaman dengan keunggulan tertentu. Biologiwan dapat menghasilkan tanaman padi
yang lebih unggul dengan waktu produksi panen yang lebih singkat dan hasil yang
baik. Sebagai contoh adalah padi yang dihasilkan oleh BATAN atau lembaga
pertanian. Karena padi yang dihasilkan terbukti memiliki keunggulan seperti
masa panen yang pendek, tahan terhadap hama, tahan terhadap kondisi panas yang
ekstrem. Dengan demikian solusi dari masalah kegagalan panen karena musim tadi,
bukan hanya dapat diselesaikan melalui sistem irigasi sederhana melainkan dapat
diantisipasi dengan adanya padi dengan varietas yang lebih unggul.
Ilmu
merupakan hasil dari peradaban manusia yang semata-mata membantu memudahkan
pekerjaan manusia. Dalam hal ini pekerjaan manusia bukan hanya aspek praktis
semata melainkan ilmu berhasil menerjemahkan alam semesta yang berlaku secara
umum. Sehingga setiap orang dapat memahami gejala-gejala alam secara serentak
dan ilmu itu juga dapat digunakan oleh semua orang tanpa batas apapun. Maka, di
akhir pembahasan mengenai hakikat ilmu ini dapatlah kita mengutip pernyataan
berikut ini, “ilmu itu ibarat bis kota: memang tidak senyaman Mercy Tiger, tapi
rutenya jelas dan jadwalnya dapat dipercaya. Jelas bukan tunggangannya nabi
yang diberkahi wahyu atau seniman besar yang penuh ilham, namun kendaraan orang-orang
biasa seperti kita”.
C.
Batasan Ilmu
Pengetahuan
Pengetahuan
memiliki ontologi, epistemologi dan aksiologi, maka apakah segala sesuatu yang
terjadi pada manusia mampu dijelaskan oleh ilmu pengetahuan? Ternyata
jawabannya tidak. Karena ilmu pengetahuan memiliki batasan, seperti itu jawaban
sederhananya. Namun, apakah batas dari ilmu itu?. Secara ontologis, ilmu
membatasi diri pada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup pengalaman
manusia. Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk menjawab
permasalahan kehidupan sehari-hari manusia, serta digunakan untuk menawarkan
kemudahan pada kehidupan manusia.
Melalui hal tersebut dapatlah dipahami bahwa ilmu berbatas pada sesuatu yang
dialami manusia, karena pengetahuan yang belum dialami manusia berupaya
dijelaskan oleh pengetahuan lain, seperti agama contohnya.
Ilmu
pengetahuan dalam perkembangannya telah menghasilkan banyak hal dalam peradaban
manusia. Bahkan seperti yang diketahui makhluk hidup yang tidak dapat dilihat
oleh mata telanjang saja, dapat diidentifikasi menggunakan mikroskop sebagai
salah satu hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan. Lebih menakjubkan lagi,
karena makhluk mikroskopik tersebut memiliki peran dalam kehidupan manusia.
Seperti cerita kekeringan padi tadi. Setelah manusia mampu mengidentifikasi
penyebab kekeringan, manusia mulai memikirkan cara untuk menghasilkan padi yang
lebih baik, yang dapat tahan pada kondisi dengan ketersediaan air yang rendah.
Akhirnya melalui cabang ilmu biologi, yakni rekayasa genetika, manusia dapat
menggabungkan gen padi yang unggul dengan gen padi yang biasa dengan
menggunakan plasmid bakteri sebagai resipennya. Apabila gen padi unggul tadi
dapat berekspresi maka, munculah padi unggul dengan jenis baru, dan dapat
dikembangkan lagi keunggulannya itu. Hal ini tentu bermanfaat bagi peningkatan
produk pertanian. Demikianlah irama ilmu pengetahuan yang senantiasa
berdinamika dalam dinamika kehidupan manusia.
Ilmu
telah membantu manusia menafsirkan alam semesta, bahkan membantu manusia dalam
meramalkan suatu kejadian berdasarkan pola-pola yang tampak. Namun, banyak pula
yang berpendapat bahwa ilmu pengetahuan tidak selalu menghasilkan dampak
positif, melainkan juga terdapat dampak negatifnya. Seperti padi hasil rekayasa
genetika tadi, dinilai dapat mengurangi varietas padi. Sehingga padi yang tidak
unggul akan punah, karena tidak dikembangkan. Melalui hal ini perlulah
pemahaman yang lebih bijak, bahwa ilmu merupakan alat yang dapat digunakan
sesuai tujuannya. Kutipan bijak mengenai ilmu tampaknya cocok sebagai penutup
pada pembahasan batasan ilmu ini yakni, menolak kehadiran ilmu dengan picik
berarti kita menutup mata terhadap semua kemajuan masa kini di mana hampir
semua aspek kehidupan modern dipengaruhi oleh produk ilmu dan teknologi.
Sebaliknya dengan jalan mendewa-dewakan ilmu, hal ini menunjukan bahwa disini
pun kita gagal untuk mendapatkan pengertian mengenai hakikat ilmu yang
sesungguhnya. Mereka yang sungguh-sungguh berilmu adalah mereka yang mengetahui
kelebihan dan kekurangan ilmu, di atas dasar itu mereka menerima ilmu
sebagaimana adanya, mencintainya dengan bijaksana, serta menjadikan dia bagian
dari kepribadian dan kehidupannya. Bersama-sama pengetahuan lainnya dan bersama
pelengkap kehidupan dan memenuhkan kebahagiaan kita.
D.
Kebenaran Ilmiah
Pada
dasarnya ilmu pengetahuan menjelaskan segala sesuatu dengan maksud untuk
mencari kebenaran. Kebenaran dalam wilayah ilmu pengetahuan ini memiliki
berbagai pandangan yang akhirnya menghasilkan berbagai aliran pemikiran.
Aliran-aliran tersebut berasal dari hasil pemikiran para ahli yang berupaya
mencari tahu kebenaran yang dimaksud oleh ilmu pengetahuan.
Pada
dasarnya kebenaran telah menjadi kajian berpikir sejak lama. Plato (427-347)
dan Aristoteles (384-322) telah mencoba merumuskan kebenaran ini. Teori
kebenaran yang dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles adalah teori koherensi.
Teori koherensi beranggapan bahwa suatu hal dikatakan benar berdasarkan
pernyataan-pernyataan yang sebelumnya. Sehingga, apabila ada pernyataan “semua
hewan menyusui masuk ke dalam kelas mamalia” adalah pernyataan yang benar.
Maka, pernyataan bahwa paus menyusui dan ia termasuk ke dalam kelas mamalia”
adalah pernyataan yang benar karena pernyataan-pernyataan yang ada saling
berkaitan dan menunjukan kebenaran. Walaupun yang kita tahu paus adalah ikan,
namun karena ia menyusui ia tidak masuk ke dalam kelas Pisces melainkan
Mamalia. Selanjutnya teori kebenaran dikembangkan oleh Bertrand Russell
(1872-1970) dengan teori koherensi. Berdasarkan teori koherensi, suatu hal
dianggap benar apabila dapat diuji dengan kesesuaian obyek yang ada. Sebagai
contoh, apabila terdapat pernyataan “ayam berkembang biak dengan bertelur”.
Maka pernyataan dikatakan benar karena secara faktual, ayam memang berkembang
biak dengan bertelur dan ditemukan pula telur ayam itu. Demikian teori
kebenaran yang umumnya digunakan.
Teori
koherensi dan korespondensi bermanfaat dalam memahami suatu hal karena
dilatarbelakangi oleh metode ilmiah. Sehingga kebenaran dalam wilayah ilmu
pengetahuan merupakan kebenaran ilmiah yang berangkat melalui metode ilmiah.
Metode ilmiah ini diidentikan sebagai cara yang tepat untuk memahami sesuatu,
karena didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yakni rasional, empiris dan
sistematis.
Pada
perkembangannya banyak ahli-ahli yang masih mencoba merumuskan kebenaran itu,
yang kemudian melahirkan berbagai aliran seperti empirisme, idealisme,
eksistensialisme dan pragmatisme. Teori-teori tersebut akan coba untuk dibahas
berikut ini:
1.
Aliran Filsafat
Empirisme
Suatu hal
dianggap benar menurut teori ini, jika suatu hal tersebut dapat dialami oleh
semua orang atau adanya sebuah bukti otentik yang berdasarkan data yang
bersifat umum. Aliran Empeirisme meletakkan ilmu dan kebenaran yang melekat
pada objek tidak peduli siapa yang memandang. Sehingga pengetahuan itu hanya
didapatkan melalui pengalaman, eksperimen atau suatu tindakan yang dilakukan
secara sengaja untuk mendapatkan sebuah respon. Pengalaman ini dibantu oleh
alat-alat indera. Sehingga pengetahuan hanya didapatkan jika alat-alat indera
menerima suatu hal sebagai pengalamannya.
Sebagai contoh:
Api itu panas. Hal ini dapat diketahui oleh semua orang karena ketika tangannya
terbakar, ia akan merasakan panas. Maka api itu panas adalah benar, karena
semua orang dapat mengalami rasa panas ketika kulit sebagai indera peraba
terkena api, tidak peduli seberapa besar kemampuan tubuh sesesorang menahan
rasa panas, akan tetapi ukuran panas dapat dibuat agar subjektifitas dari rasa
panas dapat dihilangkan. Tokoh dari aliran empirisme ini adalah John Locke.
2.
Aliran Filsafat
Idealisme
Immanuel Kant
merupakan tokoh dalam teori ini. Idealisme sering disebut sebagai aliran
romantik. Kant dalam sistemnya memberi keterangan tentang kemampuan budi
mencapai pengetahuan: ia mengatakan sampai dimana kemampuan budi itu. Dengan
terang dijelaskan oleh Emanual Kant, bahwa dengan budi murni orang tak mungkin
mengenal apa yang ada diluar pengalaman, karena pengetahuan budi itu selalu
mulai dengan pengalaman: metafisika murni tak mungkin!. Secara sederhana
dipahami bahwa idealisme berkaitan dengan pikiran manusia sehingga sesuatu
dinyatakan benar jika dapat terpikirkan oleh manusia. Aliran ini dianggap
terlalu subyektif dan romantik karena budi setiap orang itu berbeda-beda. Hal
yang ingin diterankan Emanuel Kant dalam aliran ini bukanlah Subjektifitas yang
cenderung egosentris, akan tetapi pertimbangan baik dan benar mengenai suatu
perkara belum tentu bisa didapatkan melalui pengalaman.
3.
Aliran Filsafat
Eksistensialisme
Eksistensi
membuat yang ada dan bersosok jelas bentuknya, mampu berada, eksis. Oleh
eksistensia kursi dapat berada di tempat. Pohon mangga dapat tertatanam,
tumbuh, berkembang. Harimau dapat hidup dan merajai hutan. Manusia dapat hidup,
bekerja, berbakti dan membentuk kelompok bersama manusia lain. Selama masih
bereksistensia, segala yang ada dapat ada, hidup, tampil, hadir. Namun, ketika
eksistensia meninggalkannya, segala yang ada menjadi tidak ada, tidak hidup,
tidak tampil, tidak hadir. Kursi lenyap. Pohon mangga menjadi kayu mangga.
Harimau menjadi bangkai. Manusia mati. Demikianlah peranan eksistensia. Olehnya
segalanya dapat nyata ada, hidup, tampil, berperan. Tanpanya, segala sesuatu
tidak nyata ada, apalagi hidup dan berperan. Sehingga dapat dipahami kebenaran
menurut eksistensi adalah apabila sesuatu itu ada, eksis meskipun saat itu ia
tidak benar-benar ada di tempat kita memikirkannya.
4.
Aliran
Filsafat Pragmatisme
John Dewey
merupakan tokoh yang ada pada teori ini. Pragmatisme beranggapan bahwa sesuatu
adalah benar jika memiliki fungsi secara praktis. Sebagai contoh: metode
pembelajaran berbasis kearifan lokal adalah metode yang tepat untuk belajar
Biologi. Karena melalui metode ini, siswa akan lebih mampu memahami materi ajar
biologi dan memperoleh hasil belajar yang bagus karena didasarkan pada kearifan
lokal yang ada di sekitarnya. Maka dalam pragmatisme, metode tersebut dianggap
benar karena memiliki fungsi untuk meningkatkan hasil belajar biologi siswa.
Pandangan
Pragmatisme cenderung diarahkan pada kemoersialisme, yang menitikberatkan pada
keuntungan tidak peduli keuntungan yang didapatkan berbentuk materi, pengalaman
atau ilmu pengetahuan namun Jhon Dewey menganggap bahwa perkembangan ilmu
filsafat yang hanya berlandaskan rasionalisme yang bercampur dengan idealisme
akan menghasilkan kekeliruan yang berbahaya jika perkembangan yang dialami
penganut ke arah Radikal.